“Ada dua cara menjalani hidup, yaitu menjalaninya dengan keajaiban-keajaiban atau menjalaninya dengan biasa-biasa saja“ (Albert Einstein). "Jika ingin menjadi seorang peneliti, maka jadilah peneliti yang menapak bumi jangan jadi peneliti yang hanya pintar di atas meja".

Senin, 26 Maret 2012

PRODUK HUKUM UNTUK ORANG YANG BERKEPENTINGAN

By. Anita Hafsari, 7 Ferbruari 2009, 03.23 Wib.

Undang-undang merupakan produk hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, melalui prosedur resmi untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. Hukum itu sendiri bisa dikatakan merupakan aturan-aturan yang dibuat dan tumbuh terpelihara dalam kehidupan masyarakat, yang berisi larangan-larangan dan anjuran yang bersifat mengikat, apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi. Jika undang-undang/hukum tersebut bersifat universal, berlaku untuk semua kalangan masyarakat, tanpa pandang bulu, berarti produk hukum tersebut harus mudah dimengerti oleh semua kalangan termasuk wong cilik yang buta hukum. Tapi mengapa ? dalam prakteknya keberdaan hukum dan perundang-undangan menjadi sangat sulit dimengerti. Bahasa undang-undang terlalu sulit dicerna, dan hanya bisa dimengerti oleh segelintir orang saja (berpendidikan tinggi), sementara wong cilik, mereka hanya mengacu pada hal yang baik dan tidak untuk dilakukan, menurut dirinya sendiri, tanpa memperhatikan produk hukumnya seperti apa. Pertanyaannya apa yang mereka lakukan ketika mereka, terkena hukuman atas tindakan yang ia lakukan, sementara ia sendiri tidak tahu undang-undang atau ketentuannya seperti apa ? jawabanya : Nangis….ya mereka hanya bisa nangis dan pasrah (nerimo) sama nasib, Apakah adil ?. Kata yang mudah dimengerti dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sangat sulit dimengerti dalam bahasa hukum, semuanya menjadi multitafsir contoh, kata penggunaan dan pemanfaatan disalah satu undang-undang kehutanan , sepintas seperti sama, tapi ternyata baru saya ketahui jika secara hukum itu bisa jadi berbeda.
 
Jadi hukum/undang-undang itu tumbuh dan terpelihara dalam kehidupa masyarakat yang mana ? dan seperti apa ? masyarakat yang berkepentingan ? atau seluruh masyarakat secara global, tanpa pandang bulu ? sepertinya hanya untuk masyarakat yang berkepentingan…jadi seharusnya sanksi yang diterapkan juga hanya untuk masyarakat yang berkepentingan, bukan masyarakat global, apalagi wong cilik. Jangan sampai penentu kebijakan orang berkepentingan dan untuk melindungi orang yang berkepentingan tapi sanksinya untuk yang tidak berkepentingan (wong cilik, buta hukum).

Tidak ada komentar: