“Ada dua cara menjalani hidup, yaitu menjalaninya dengan keajaiban-keajaiban atau menjalaninya dengan biasa-biasa saja“ (Albert Einstein). "Jika ingin menjadi seorang peneliti, maka jadilah peneliti yang menapak bumi jangan jadi peneliti yang hanya pintar di atas meja".

Senin, 26 Maret 2012

Pergeseran Pandangan Manusia Tentang Alam

                                                        Arsip di 4 Februari 2009

Hutan merupakan sumber daya alam yang melimpah dengan keanekaragaman kehidupan yang tiada duanya. Hutan merupakan suatu ekosistem yang menyimpan makna dibalik kemegahannya, sebagai suatu anugrah Tuhan YME, yang tiada terhitung nikmatnya. Flora, fauna dan komponen-komponen lainya seperti iklim, air serta udara segar, menandakan dinamika keasrian yang harmonis. Keanekargaman pohon yang berdiri kokoh menyimpan berjuta manfaat yang dapat dihitung tidak hanya secara materil tetapi juga imateril. Misteri yang terkandung didalamnya mencerminkan warisan yang tak ternilai harganya.

Kemegahan sang rimba kian hari kian luntur, seperti sebuah kutukan yang tidak henti-hentinya dan tidak tahu kapan akan berakhir. Bencana alam silih berganti menegur manusia yang lalai menjaga berkah sang kuasa. Semuanya berawal ketika ilmu pengetahuan baru mulai bermunculan. Menurut Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, dalam pendahuluan mata kuliah Pengantar Ilmu Kehutanan (23 Februari 2007), mengemukakan, bahwa: Sejarah pandangan manusia tentang alam mulai berubah, dimulai ketika pertama manusia hidup bersama alam, keduanya hidup berdampingan secara harmonis. Alam memiliki keterbatasan sehingga kebutuhan manusia harus dapat dikendalikan. Kedua, manusia mendominasi alam. Alam dianggap sebagai objek eksploitasi untuk memenuhi keperluan manusia yang semakin besar. Munculnya paham mekanistis reduksionis, yang beranggapan bahwa alam dianggap tidak terbatas, kelangkaan dapat diatasi dengan teknologi yang terus berkembang. Segala hal dianggap menjadi mudah, semudah membalikan telapak tangan. Eksploitasi besar– besaran menyebabkan kerusakan yang amat fatal sehingga sekarang memunculkan pandangan ketiga, yaitu alam mendominasi manusia. Manusia mulai memahami bahwa kapan pun dan bagaimanapun kemampuan manusia akhirnya alamlah yang memutuskan dan bertindak bagi manusia. Jadi, manusia harus tunduk pada ketentuan atau kemampuan alam.

Tampaklah kiranya diera sekarang, pandangan mana yang banyak dianut oleh kita ? Tidak perlu dijawab, semua tampak jelas, di depan mata kita, Bencana alam yang terjadi, merupakan jawaban, ke arah mana pandagan kita berkiblat.

KULIAH UMUM KEHUTANAN MASYARAKAT : Peran Penyuluh Kehutanan dalam Pembangunan Kehutanan dan Pemberdayaan Masyarakat.

 Arsip di 5 Desember 2009

Untuk kesekian kalinya, setelah mengadakan kegiatan penyuluhan lingkungan ke beberapa sekolah SMU/SMK sederajat, Laboratorium Kebijakan Departemen Manajemen Hutan, Juma’at 4 Desember 2009, mengadakan kuliah umum kehutanan dengan tema “Peran Penyuluh Kehutanan dalam Pembangunan Kehutanan dan Pemberdayaan Masyarakat”. Bertempat di ruang sidang Silva Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, acara ini dihadiri oleh lebih dari 100 orang mahasiswa Departemen Manajemen Hutan yang tergabung dalam Mata Kuliah Kehutanan Masyarakat. Tujuan diadakannya kuliah ini adalah untuk memperkaya pengetahuan mahasiswa dibidang penyuluhan dan kehutanan masyarakat. Kuliah umum ini menghadirkan pembicara khusus langsung dari Departemen Kehutanan, yaitu Kepala Pusat Bina Penyuluh Kehutanan, Dr. Ir. Eka Soegiri, MM.

Kuliah umum berlangsung selama satu jam, dalam kuliah tersebut Dr. Ir. Eka Soegiri, MM, memaparkan materi mengenai dunia penyuluhan, dimulai dari sejarah penyuluhan, definisi penyuluhan, pentingnya penyuluhan, penyuluhan terkait dengan paradigma pembangunan kehutanan, mengapa penyuluhan penting, regulasi penyuluhan, aplikasi penyuluhan dilapangan sampai kepada pengenalan program-program penyuluhan yang dirancang oleh Departemen Kehutanan.
Inti dari kegiatan penyuluhan adalah melakukan memberdayakan masyarakat agar menjadi masyarakat yang mandiri. Penyuluhan berkembang sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan kehutanan. Pada awalnya hutan hanya dipandang sebagai penghasil kayu “ Timber Based Management”, sehingga hanya melakukan pendekatan secara teknis saja. Dalam perkembangannya pandangan tersebut mulai bergeser kepada “Forest Resource Based Management” dalam pandangan ini mulai memperhatikan pentingnya hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan. Seiring dengan perkembangan zaman pandangan tersebut mulai beralih kepada “ Community Development” atau dikenal dengan pemberdayaan masyarakat. Pandangan tersebut mulai memperhatikan kesejahteraan rakyat dan kelestarian hutan. Adanya anggapan bahwa semakin dekat dengan sumberdaya alam maka kondisi masyarakat cenderung miskin, ketergantungan mereka akan hasil alam semakin tinggi. Penyuluhan berkembang dari pandang Community Development. Dengan penyuluhan diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang mandiri dan berbasis pembangunan kehutanan. Demikian sekilas mengenai materi kulian umum kehutanan masyarakat.

Prasetya (20) salah satu mahasiswa kehutanan Departemen Manajemen Hutan berpendapat, kuliah umum Kehutanan Masyarakat dengan tema penyuluhan kehutanan ini sangat bagus, dengan demikian mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih, tidak hanya dari dosen tetapi dari stakeholder, khususnya dari bina penyuluhan kehutanan. Hal ini memberikan warna kepada kuliah umum kehutanan. Harapan, kedepan kuliah umum semacam ini perlu diadakan secara rutin agar mahasiswa dapat terpacu dalam pengembangan dan pembagunan kehutanan (anit).

PRODUK HUKUM UNTUK ORANG YANG BERKEPENTINGAN

By. Anita Hafsari, 7 Ferbruari 2009, 03.23 Wib.

Undang-undang merupakan produk hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, melalui prosedur resmi untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. Hukum itu sendiri bisa dikatakan merupakan aturan-aturan yang dibuat dan tumbuh terpelihara dalam kehidupan masyarakat, yang berisi larangan-larangan dan anjuran yang bersifat mengikat, apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi. Jika undang-undang/hukum tersebut bersifat universal, berlaku untuk semua kalangan masyarakat, tanpa pandang bulu, berarti produk hukum tersebut harus mudah dimengerti oleh semua kalangan termasuk wong cilik yang buta hukum. Tapi mengapa ? dalam prakteknya keberdaan hukum dan perundang-undangan menjadi sangat sulit dimengerti. Bahasa undang-undang terlalu sulit dicerna, dan hanya bisa dimengerti oleh segelintir orang saja (berpendidikan tinggi), sementara wong cilik, mereka hanya mengacu pada hal yang baik dan tidak untuk dilakukan, menurut dirinya sendiri, tanpa memperhatikan produk hukumnya seperti apa. Pertanyaannya apa yang mereka lakukan ketika mereka, terkena hukuman atas tindakan yang ia lakukan, sementara ia sendiri tidak tahu undang-undang atau ketentuannya seperti apa ? jawabanya : Nangis….ya mereka hanya bisa nangis dan pasrah (nerimo) sama nasib, Apakah adil ?. Kata yang mudah dimengerti dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sangat sulit dimengerti dalam bahasa hukum, semuanya menjadi multitafsir contoh, kata penggunaan dan pemanfaatan disalah satu undang-undang kehutanan , sepintas seperti sama, tapi ternyata baru saya ketahui jika secara hukum itu bisa jadi berbeda.
 
Jadi hukum/undang-undang itu tumbuh dan terpelihara dalam kehidupa masyarakat yang mana ? dan seperti apa ? masyarakat yang berkepentingan ? atau seluruh masyarakat secara global, tanpa pandang bulu ? sepertinya hanya untuk masyarakat yang berkepentingan…jadi seharusnya sanksi yang diterapkan juga hanya untuk masyarakat yang berkepentingan, bukan masyarakat global, apalagi wong cilik. Jangan sampai penentu kebijakan orang berkepentingan dan untuk melindungi orang yang berkepentingan tapi sanksinya untuk yang tidak berkepentingan (wong cilik, buta hukum).

ASPIRASI IBUKU UNTUK BANGSAKU (Ayo Perangi Kemiskinan)

Oleh : Anita Hafsari dan Juariah (Ibuku)
Di Maret 2007, 18 Februari 2009, 01 : 09 WIB
  
Indonesia merupakan Negara kepulauan, yang katanya, indah dan tanahnya subur. Dunia bilang Indonesia adalah “zambrud yang melingkari khatulistiwa”. Koes Plus (grup band) bersenandung , dalam syairnya “bukan lautan tapi kolam susu, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Tapi kini semua itu seolah tidak berarti. Mengapa ?
Jika dunia bergejolak, harga minyak mentah naik, maka Indonesia yang paling merasakan akibatnya, Hmm…harga sembako melambung tinggi, sementara pendapatan penduduk tetap rendah, Ibu hamil dan Balita (Bayi lima tahun), tidak lagi dapat minum susu, busung lapar kadang terjadi di beberapa wilayah dan bahkan pengangguran pun kian hari kian bertambah, mengapa ? Apakah sapi sudah tidak lagi punya susu ? Apakah tongkat kayu tidak bisa lagi tumbuh ? 
Aku hanyalah seorang ibu yang prihatin degan keadaan negeriku, yang selalu terombang-ambing arus globalisasi. Harap dan asaku, Indonesia menjadi negara yang mandiri. Negara yang bisa memenuhi sendiri kebutuhan rakyatnya, dari mulai sandang, pangan, papan dan lain-lain, tidak banyak bergantung kepada negara lain serta mampu menata otoritasnya sebagai bangsa besar. 
Memang untuk menjadi negara yang mandiri tidaklah mudah, perlu suatu tekad, kerja keras dan perjuangan yang panjang dari berbagai pihak. Untuk menuju kearah sana, perlu dilakukan perbaikan dan pembenahan. Pembenahan sumberdaya manusia (SDM), sektor pendidikan, sektor kependudukan (lapangan kerja), kecintaan terhadap produk dalam negeri dan persatuan bangsa.
Pembenahan sumberdaya manusia, sebagai pelaku pembangunan. Kualitas sumberdaya manusia, tidak hanya dapat dinilai dari kemampuan secara intelektual akan tetapi secara moral. Sila pertama dari pancasila “ Ketuhanan Yang Maha Esa”, sangat berperan penting. Jika semua rakyat Indonesia taat menjalankan agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing, maka akan tercipta manusia yang berkualitas. Generasi muda, akan menjadi generasi muda yang memiliki prinsip, tangguh, berakhlak, bermoral dan tidak terombang-ambing atau terpengaruh oleh budaya asing yang negative. Aparat pemerintah, akan menjadi aparat yang amanah, jujur dan tidak korupsi, memang kita harus cinta rupiah, biar dollar dimana-mana, akan tetapi kewenangan dan kekuasaannya tidak mudah goyah karena rupiah atau dollar.
Pembenahan sektor pendidikan, dengan melestarikan sistem yang baik dan menambah kekurangan sistem pendidikan yang belum sempurana. Sudah salut memang dengan adanya wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (Wajar Diknas 9 Tahun), telah ada sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertaman (SMP) bebas sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP), ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bagi yang tidak mampu. Pemerintah harus lebih memberikan perhatian kepada dunia pendidikan, harapannya kelak akan ada “setetes air digurun pasir”, misalnya bagi anak-anak yang berprestasi, akan tetapi memiliki keterbatasan ekonomi, mereka harus tetap bisa melanjutkan sekolah sampai ke universitas, bahkan jika perlu disekolahkan keluar negeri dengan biaya ditanggung oleh pemerintah, agar rakyat yang mampu dan tidak mampu dapat sama-sama mengenyam pendidikan yang tinggi.
Pembenahan sektor Kependudukan, salah satu persoalannya adalah kepadatan penduduk. Indonesia harus menggalakan kembali keluarga catur warga, guna mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera), dengan penyebaran penduduk yang merata, serta pembagian tata guna lahan yang baik dan benar. Persoalan lain yang muncul akibat kepadatan penduduk adalah kurangnya persediaan lapangan kerja, yang menimbulkan tingginya angka pengangguran. Indonesia harus mampu mengatasi pengangguran dan menyediakan lapangan pekerjaan. Pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) pada rakyat miskin bukanlah solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, justru melatih rakyat tidak mandiri, hal ini akan mendatang budaya baru bagi masyarakat kita, yaitu mereka lebih senang meminta daripada berusaha. Yang perlu dipikirkan adalah, bagaimana cara meningkatkan taraf hidup masyarakat , mungkin jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mengembalikan sesuatu pada tempatnya, misalnya :
  • Penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani, jadilah petani yang sejati, petani yang mampu menyediakan pangan bagi kebutuhan negerinya sendiri. Peran pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan sekali, pemerintah perlu meningkatkan keterampilan para petani dan menyediakan fasilitas teknologi canggih yang ramah lingkungan serta memberikan kemudahan petani untuk megembangkan diri, sehingga para petani merasa betah dan exis dalam mengelola tanahnya. Mereka tidak perlu lagu berurbanisasi ke kot untuk mencari pekerjaan lain, karena hasil dari pertanian sudah memakmurkan mereka.
  • Penduduk yang bermatapencaharin sebagai nelayan, jadilah nelayan yang sejati, yang mampu menyediakan ikan bagi kebutuhan dalm negeri. Peran pemerintah mutlak diperlukan sama halnya seperti bidang pertanian, disamping itu kepada para nelayan perlu ditanamkan rasa memiliki supaya mereka bisa membantu pemerintah menjaga dn memelihara teritorial kelautan kita.
  • Penduduk yang bermatapencaharian sebgai penghasil kayu (masyarakat sekitar hutan), jadilah pengelola hutan yang baik, kepada mereka harus ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan, agar tidak menebang pohon secara liar. Jika mereka menebang satu pohon maka mereka harus menanam dua pohon. Mereka juga dapat membantu pemerintah untuk turut serta dalam menjga dn melestarikan hutan agar tidk terjadi pembalakan liar, yang dapat merusak hutan.
Kecintaan terhadap produk dalam negeri. Kepada semua lapisan masyarakat harus ditanamkan rasa cinta produk dalam negeri, dengan membiasakan diri untuk membeli produk dalam negeri mulai dari kebutuhan primer ataupun kebutuhan sekunder. Terutama untuk para pejabat tinggi dan konglomerat belilah produk dalam negeri jika memang cinta Indonesia.
Persatuan bangsa. Indonesia negeri seribu pulau yang letaknya sangat strategis dan kaya dengan keanekaragaman budaya. Tidak cukup hanya peran pemerintah saja untuk menjaga kesatuan Republik Indonesia (RI), tetapi dibutuhkan pula bantuan dari masyarakat, terutama masyarakat yang berada disekitar perbatasan harus ditanamkan rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi, agar mereka bias membantu pemerintah menjaga dan memelihara RI, supaya tidak terjadi lagi peristiwa ligitan, sipadan dan reog Ponorogo yang kedua kalinya. Sehingga RI dapat menjadi negeri seribu pulau yang utuh yang tidak tergoyahkan dari semua sisi, yaitu IPOLEKSOSBUDHANKAM (Idiologi, politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan dan keamanan ) terjaga dan terpelihara, zambrud khatulistiwa kembali bersinar, tongkat kayu kembali bersemi dan kolam susu ada lagi ditengah-tengah kita.
Demikianlah setitik asa dalam pena, mungkin dapat member makna untuk Indonesia tercinta. 

EMOTIONAL QUOTIENT (EQ)

Teman-teman sebetulnya tulisan ini adalah tulisan yang telah lama dibuat (Sabtu, 28 Februari 2009) dan dimuat pada anitnita29@blogspot.com. Dikarenakan blog tersebut sudah jarang dibuka, untuk arsip, maka saya pindahkan ke blog ini ^_^. selamat membaca

Jika kita mendengar kata EQ maka akan timbul beberapa pertanyaan, seperti : Apa bedanya dengan IQ, apakah kecerdasan seseorang dinilai dari IQ bagaimana dengan EQ? Apakah IQ lebih penting dari pada EQ ? Sebetulnya mana yang lebih penting dan dominan dalam diri manusia, IQ atau EQ? Mengapa orang cenderung melihat dan menilai sesuatu dengan angka ? Contoh, terkadang sering ada orang tua yang marah ketika melihat rapot anaknya, “bernilai merah” Lalu dia berkata : (marah), Kenapa nilai rapotmu merah ? Dasar Bodoh !!!!!!!!. Apakah perkataan tersebut benar dan pantas diucapkan ??? Hanya karena nilai jelek, seorang anak di cap bodoh, padahal belum tentu, karena bisa jadi anak tersebut memliki potensi lain diluar akademis.
Untuk dapat menjawab pernyataan tersebut, kita harus dapat memahami terlebih dahulu pentingnya IQ (kecerdasan intelektual) dan EQ (kecerdasan emosi ) pada diri manusia. Menurut Goleman (1995) dalam Hastuti (2008), adanya fakta kekerasan, pembunuhan, kemarahan dan vandalism disebabkan oleh emosi dalam diri seseorang, Goleman menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi disebabkan oleh apa yang terjadi dalam sel otak, yang mengoperasikan apa yang kita pikir, bayangkan dan impikan. Untuk itu dia membandingkan tingkat kemampuan emosi mereka yang memiliki IQ tinggi, sedang, dan rendah, apakah dengan mengubah/meningkatkan IQ kita bisa meningkatkan kesejahteraan diri?. Dari kajiannya tersebut diperoleh hasil bahwa, yang memainkan peranan penting bagi kesejahteraan individu adalah bukan terletak pada IQ namun pada apa yang disebut dengan emotional intelligence, yaitu kemampuan control diri, ketekunan, kegigihan, dan kemampuan motivasi diri. Filosofi Aristoteles :
Semua orang bisa marah, yang terpenting adalah bagaimana caranya kita marah pada orang yang tepat, dengan derajat kemarahan tepat, waktu yang tepat, tujuan sesuai dan dengan cara yang tepat.
Diperlukan suatu kecerdasan emosi pada setiap orang, kecerdasan untuk melatih emosi, agar dapat memperoleh kebajikan, memandu cara berfikir, menilai diri kita dan tahu bagaiman cara bertahan hidup. Kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan dan dapat menghasilkan berbagi produk dan jasa yang berguna dalam berbagai aspek kehidupan. Manusia memiliki tujuh kecerdasan dengan kadar kecerdasan yang bervariasi, meliputi : kecerdasan musical, kinestetik tubuh, visio-spasial, logika matematika, bahasa, interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Berbeda dengan konsep IQ, IQ hanya melibatkan aspek kemampuan logika, bahasa, matematika dan spasial.
EQ, merupakan keterampilan untuk menciptakan hubungan yang optimal dengan diri sendiri dan dengan orang lain, yang mencakup kesadaran akan emosi diri, mengekspresikan emosi, mengelola emosi diri, dan orang lain. Terdapat tiga model EQ, yaitu Knowing yourself (memahai dan mengelola perasaan), Choosing yourself (berhati-hati dalam melakukan pilihan dalam hidup, bertanggungjawab atas pilihan, dan menerima hasilnya) dan Giving yourself (memahami emosi orang lain dan membina hubungan yang baik, menetapkan tujuan secara bijaksana).
Semenjak IQ diterapkan dalam pendidikan formal, kecerdasan intelektual anak meningkat 20 kali lipat, anehnya, semakin meningkat IQ maka EQ semaki rendah. Degan demikian EQ memegang peranan penting dalam kehidupan, bahkan EQ menyumbang 80 % bagi keberhasilan hidup dimasa dewasa sedangkan IQ hanya 20 % (Amstrong, 2002 dalam Hastuti, 2008).
Hal ini dapat dimengerti dalam kehidupan sehari-hari, terkadang sering ada orang yang memiliki IQ tinggi , dia pintar dalam belajar terutama dalam berhitung, akan tetapi dia tidak begitu dapat mengekspresikan emosinya, cenderung serius, berbicara seperlunya dan tidak merespon sesuatu yang dia anggap tidak penting baginya, tetapi ada juga orang yang berkarakter sebaliknya. Manusia tidak ada yang sempurna, tapi kita harus berusah menjadi yang terbaik, dengan cara mampu menyeimbangkan antara kemampuan IQ dan EQ.

Pustaka :
Hastuti, Dwi. 2008. Pengasuha : Teori Dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor : Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor

Rabu, 14 Maret 2012

KETIDAKBIJAKSANAAN DALAM PENGURUSAN


 Gambar. Macaca facicularis di kawasan suakamargasatwa x

Kamis, 1 Maret 2012 kemarin, ada kesempatan untuk mengunjungi salah satu kawasan suaka margasatwa di kawasan Jakarta Utara,  kebetulan diminta untuk mewawancarai beberapa stakeholder yang berkepentingan, terkait dengan persepsi masyarakat terhadap keberadaan kawasan tersebut. Terdapat beberapa poin penting yang sangat menarik ketika kami mengobrol dengan penjaga kawasan tersebut. Salah satunya adalah ketika kami bertanya apakah ada konflik antara pihak pengelola kawasasan dengan penduduk/masyarakat sekitar. Berikut dialog dari obrolan tersebut:
Kami   : Apakah selama ini ada konflik yang terjadi antara pihak pengelola kawasan dengan   masyarakat/penduduk sekitar kawasan?
Penjaga  : Konflik antara masyarakat dengan pihak pengelola sejauh ini tidak ada, masyarakat sangat support dengan keberadaan kawasan ini. Konflik yang terjadi paling dengan Macaca (monyet berekor panjang) yang kerap kali merusak pemukiman warga.
Kami      : Terus solusi yang ditawarkan oleh pihak pengelola terkait konflik tersebut bagaimana?
Penjaga  : Ya, kami tembaki saja monyetnya, itu pun saran dari polisi kehutanan ko..
Kami      : loh, ko di tembakin, bukanya monyet itu dilindungi?
Penjaga  : Monyet itu berasal dari luar kawasan, kami hanya melindungi monyet yang berada di dalam kawasan kalau yang di luar kawasan kami tidak perduli karena itu diluar tanggungjawab kami.
Kami     : Monyet itu makhluk hidup yang mobile, bagaimana bapak bias membedakan bahwa monyet itu berasal dari luar kawasan dan dalam kawasan?
Penjaga : (menjelaskan dengan penuh keraguan) pokonya kalau monyet yang berada dalam kawasan tidak mungkin akan merusak pemukiman warga.

Mencermati obrolan dan pernyataan yang dikeluarkan oleh penjaga tersebut, rasanya ada yang sedikit mengganjal dan aneh terutama dalam pernyataan: Kami hanya melindungi monyet yang berada di dalam kawasan kalau yang di luar kawasan kami tidak perduli (tembaki saja) karena itu diluar tanggungjawab kami. Jadi sebetulnya fungsi keberadaan suakamarga satwa tersebut untuk apa? yang dilindungi itu kawasannya atau faunanya? Mengapa harus ditembaki? Mengapa monyet tersebut tidak dikarantina dan dibina saja?
Melihat tulisan ini apa pendapat temen-temen. Let’s we share together..^_^