“Ada dua cara menjalani hidup, yaitu menjalaninya dengan keajaiban-keajaiban atau menjalaninya dengan biasa-biasa saja“ (Albert Einstein). "Jika ingin menjadi seorang peneliti, maka jadilah peneliti yang menapak bumi jangan jadi peneliti yang hanya pintar di atas meja".

Senin, 02 Januari 2012

SEKILAS TENTANG PERUBAHAN IKLIM DAN SFM

Kepedulian dunia terhadap perubahan iklim dan pengelolaan hutan lestari dalam kegiatan pembangunan sebenarnya telah dimulai sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brasil bulan Juni 1992. Pada konferensi tersebut telah dibuat dua dokumen  kesepakatan yang mengikat secara hukum (legally binding), salah satunya adalah Konvensi Kerangka Perserikatan Bangsa-Banga (PBB) tentang perubahan iklim atau yang dikenal dengan United Nation Framework  Convention on Cilamte Change (UNFCCC) (Murdiyarso D, 2003), dalam dokumen kesepakatan tersebut terkandung sebuah makna bahwa pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management/SFM) merupakan suatu mekanisme penting dalam pengurangan emisi karbon. Meskipun sesungguhnya ilmu pengetahuan yang ada telah sejak lama memberikan konsep-konsep pengelolaan hutan secara lestari mulai dari pengaturan hasil, konsep hutan multiguna, konsep ekosistem dan lain sebagainya.
Praktek pengelolaan hutan secara empiris khususnya di hutan alam Indonesia sampai saat ini masih belum dapat mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari. Hal ini dapat terlihat dari masih rendahnya persentasi hutan yang bersertifikasi, yaitu hanya 32, 38% dari luasan total hutan alam yang di kelola  (22.710.256 ha), dengan kata lain luasan hutan alam yang telah bersertifikasi hanya 7.353.674 ha. Jika dilihat dari jumlah unit usaha, sejak tahun 2002 sampai triwulan II tahun 2011 saat ini telah ada 140 unit manajemen usaha hutan alam yang telah melakukan sertifikasi secara mandatory, yakni 31 (4.499.995 ha) unit manajemen diantaranya memperoleh sertifikasi sangat baik/baik 35 (3.307.789 ha) unit manajemen memperoleh sertifikasi sedang dan sisanya sebanyak 74 (7.467.699 ha) unit manajemen  memiliki sertifikasi yang sudah tidak berlaku. Selain sertifikasi mandatory juga terdapat beberapa perusahaan yang  melakukan sertifikasi secara voluntary, yaitu sebanyak 6 unit manajemen dengan luas 1.102.063 ha .  Sedangkan untuk unit manajemen usaha hutan tanaman dari 209 unit manajemen (luas total 9.963.770 ha) yang melakukan pengelolaan, hanya 90 unit manajemen usaha saja yang telah melakukan sertifikasi secara mandatory dengan luasan 4.914.301 ha atau 49,32% dari luasan total. Dari 90 unit usaha manajemen hutan tanaman tersebut 19 unit (2.499.280 ha) dinyatakan bersertifikasi baik dan sisanya 71 unit (2.415.021 ha) sertifikasi yang dibuat sudah tidak berlaku. Unit manajemen usaha hutan tanaman industry yang telah memiliki sertifikat voluntary hanya 2 unit usaha dengan luasan total 419.829 ha(Dirjen BUK, 2011).
Permasalahan tidak terpenuhinya hutan lestari tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: tata kelola dan regulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilaku pengusahaan hutan yang baik dan birokrasi yang belum efisein; Ketidakpastian lahan (tenurial dan tata ruang); Faktor manajerial; motif ekonomi yang ada tidak disertai dengan kemauan untuk dapat mempertahankan ketersediaan hutan dalam waktu jangka panjang (Dirjen Planologi, 2010). Selain faktor penyebab juga terdapat beberapa kendala yang menjadikan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari antara lain: aspek teknis, manajemen dan finansial.
Pengelolaan hutan yang belum lestari dapat memicu terjadinya peningkatan angka laju deforestrasi dan degradasi ekosistem. Deforestrasi dan degradasi tersebut mempuyai implikasi terhadap hilangnya berbagai produk (barang dan jasa ekologis hutan) yang penting untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat saat ini maupun masa yang akan datang. 

Bahan Bacaan:
[Direktorat Jendral Bina Usaha Kehutanan]. 2011. Data Reales Ditjen BUK Triwulan II. http://www.dephut.go.id/files/ReleaseBUK_TriwulanI_2011_0.pdf [20 Oktober 2011].
[Dirjen Planologi Kehutanan]. 2010. Prosiding Seminar Dampak Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP Terhadap Neraca Karbon dalam Kawasan Hutan.
Murdiyarso, Daniel. 2003. Sepuluh Tahun Konvensi Perubahan Iklim. Jakarta: Kompas.

Tidak ada komentar: