“Ada dua cara menjalani hidup, yaitu menjalaninya dengan keajaiban-keajaiban atau menjalaninya dengan biasa-biasa saja“ (Albert Einstein). "Jika ingin menjadi seorang peneliti, maka jadilah peneliti yang menapak bumi jangan jadi peneliti yang hanya pintar di atas meja".

Kamis, 23 Juni 2011

PERAN BALITBANG KEHUTANAN DALAM PENGEMBANGAN BIOENERGI (Domain yang menjadi milik kehutanan haruslah dikuasai kehutanan)


Semangat dan program bioenergi di Badan Litbang sesungguhnya sudah ada sejak dulu namun mengalami pelemahan atau dapat dikatakan ”seperti jalan ditempat” sehingga diperlukan upaya-upaya konkrit dan terobosan-terobosan untuk mengakselerasi pengembangannya. Walaupun harus kita akui, dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak capaian yang kita peroleh dalam penelitian baik dalam aspek poduksi, distribusi, bisnis dan risetnya. Capaian itu secara keseluruhan paling tidak telah memberikan pengalaman berharga sekaligus pembelajaran, sehingga bila kita duduk berdiskusi bersama maka diharapkan adanya solusi dalam mengatasi masalah yang ada. Peran Badan Litbang dalam pengembangan bioenergi sangatlah besar, mengingat sektor kehutanan merupakan sektor hulu yang menangani sumber bahan baku. Berdasarkan Mapping Potensi Dan Penyediaan Bahan Baku bioenergi Nasional yang disampaikan dalam seminar Bioenergi Indonesia: Revitalisasi Program Bioenergi Nasional, saat ini terdapat beberapa tanaman penghasil bioenergi yang potensial yaitu kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, karet, nyamplung, kosambi, bintaro, lontar, limbah hasil hutan, limbah hasil pertanian, singkong, jagung, sagu, aren, tebu, padi, nipah, sorgum, makroalga dan mikroalga. Berdasarkan potensi-potensi tersebut 40 % diantaranya berasal dari sektor kehutanan, dan sebetulnya potensi yang berasal dari sektor ini di alam diperkirakan masih cukup banyak, hanya saja penelitian kearah sana masih panjang.  Kedepannya Badan Litbang dapat mencari dan melakukan inventarisasi kembali terhadap komoditi kehutanan yang memiliki potensi sebagai bahan baku bioenergi, sehingga kita akan memiliki data statistik yang jelas mengenai jenis komoditi, jumlah potensi, penyebaran komoditi dll. Domain yang menjadi milik kehutanan haruslah dikuasai oleh kehutanan baik hulu maupun hilir, sehingga perjuangan badan litbang kedepan akan sangatlah panjang.
Penelitian-penelitian terkait bioenergi yang ada perlu di ramu kembali secara matang, penelitian-penelitian tersebut tidak hanya sebatas mencari dan mengetahui suatu komoditi mengandung bioenergi saja, kemudian ditinggalkan tetapi harus secara menyeluruh. Sebagai contoh penelitian tentang nyamplung, masalah yang ada saat ini adalah biodiesel yang berasal dari nyamplung belum ekonomis, hal ini dikarenakan biaya produksi yang tinggi dan daya beli yang rendah. Kendala utamanya ada di teknologi, pertama: industri pengolahan biodisel nyamplung di Banyuwangi mengeluhkan mahalnya dan sulitnya mencari bahan baku methanol untuk esterifikasi, methanol yang telah dipakai tidak dapat digunakan kembali karena % kandungan yang berbeda dapat mempengaruhi hasil akhir biodiesel. Kedua, biodiesel yang dihasilkan dari nyamplung masih banyak yang meragukan kualitasnya, para konsumen banyak yang mengeluhkan bau biodiesel yang tidak sedap. Ketiga kajian secara ekonomi terkait dengan industri pengolahan biodiesel nyamplung masih menunjukan angka ketidak layakan, akan tetapi memungkinkan jika hanya sebatas biokerosin, sayangnya biokerosin yang dihasilkan masih  memerlukan beberapa penelitian secara fisik dan kimia, mengingat kualitas biokerosin yang dihasilkan masih memiliki daya viskositas yang tinggi sehingga daya kapilaritasnya rendah, selain itu bau kerosin yang dihasilkan sangat menyengat. Penelitian terkait nyamplung ini merupakan contoh kecil dari permasalahan bioenergi yang kita hadapi, dengan gambaran tersebut diharapkan adanya tekonologi baru yang mampu mereduksi kendala yang ada  sehingga dapat dihasilkan kualitas biodisel yang baik. Jika teknologi yang ada telah tepat dan mampu menghasilkan kualitas biodisel yang baik, barulah kita mengembangkan kearah yang selanjutnya yaitu pengembangan potensi dan pemasarannya.
Peluang Balitbang dalam hal ini sangatlah besar, selain karena kita merupakan domain pemegang bahan baku bioenergi, adanya peraturan pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menetapkan target penyediaan bahan baku energi menyatakan bahwa penyediaan energi nasional harus dipenuhi melalui pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan sebesar 17% pada tahun 2025. Terlebih lagi dengan dibentuknya Ditjen EBTKE, telah dicanangkan Visi Energi 25/25, yaitu inisiatif untuk pencapaian target pangsa energi baru terbarukan yang lebih tinggi dalam bauran energi nasional, yaitu sebesar 25% pada tahun 2025. Visi Energi 25/25 menekankan pada 2 (dua) hal penting, yaitu upaya “konservasi energi” di sisi pemanfaatan untuk menekan laju penggunaan energi nasional, dan upaya “diversifikasi energi” di sisi penyediaan dengan mengutamakan energi baru terbarukan. Peraturan tersebut secara tersirat menghimbau untuk dapat melakukan penurunan terhadap konsumsi bahan bakar fosil dengan memanfaatkan potensi tanaman bioenergi yang ada, kehutanan dan pertanian sebagai pihak yang bergerak dalam bahan baku perlu melakukan konservasi energi dengan mengembangkan budidaya tanaman-tanaman penghasil bioenergi, agar pemanfaatan menjadi lebih maksimal. Jika potensi tersebut dimaksimalkan, diperkirakan Indonesia akan mampu menghemat sekitar 700 ribu ton elpiji atau setara dengan 900 juta liter minyak tanah. Balitbang memiliki andil besar dalam visi energi 25/25, Jadi??? Apakah kita akan memulai semuanya setelah terlambat???? Tentu Tidak!!! Sekaranglah saatnya kita untuk berkarya, saat ini tidak perlu 100 cukup dengan 25/25 saja.

Tidak ada komentar: