“Ada dua cara menjalani hidup, yaitu menjalaninya dengan keajaiban-keajaiban atau menjalaninya dengan biasa-biasa saja“ (Albert Einstein). "Jika ingin menjadi seorang peneliti, maka jadilah peneliti yang menapak bumi jangan jadi peneliti yang hanya pintar di atas meja".

Rabu, 08 Februari 2012

KELANGKAAN KAYU BAKAR: Industri Genteng Majalengka Bidik Tekonologi Burner

(Oleh-oleh cerita dari Majalengka: 21 November 2011)

November 2011 lalu, saya memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Kabupaten Majalengka, banyak sekali hal yang menarik disana, terutama terkait penggunaan kayu bakar untuk industri genteng mengingat industri ini adalah industri pengguna kayu bakar kedua setelah kecap. Saat ini di Kabupaten Majalengka terdapat kurang lebih 439 buah industri genteng yang tersebar di 7 kecamatan yaitu Ligung, Sumberjaya, Maja, Palasah, Dawuan, Jatiwangi dan Cigasong. Dengan kebutuhan kayu bakar pertahun 3.375.000 meter kubik. Industri genteng disana saat ini mengalami kesulitan dalam memperoleh kayu bakar untuk pembakaran genteng. Uniknya sumber kayu bakar dari hutan negara dan hutan rakyat di kabupaten tersebut justru tidak dapat dikonsumsi. Kayu bakar dari wilayah tersebut banyak dijual ke luar kota yakni Cirebon sebagai bahan bakar kayu lapis, sementara para industri genteng harus mendapatkan kayu bakar dari luar kota seperti Ciamis, Tasik dan Kuningan. Sulitnya kayu bakar tersebut menyebabkan industri genteng harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mendapatkan kayu bakar. Untuk menjaga agar kontinuitas genteng di Majalengka tetap berjalan Dinas Perindustrian Kabupaten Majalengka dibantu oleh Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Barat mengembangkan sebuah teknologi baru bernaman "Burner". Alat ini merupakan alat pembakaran yang berbahan bakar batu bara. Kabarnya batu bara lebih mudah didapatkan dan harganya pun lebih murah jika dibandingkan dengan kayu bakar, meskipun demikian alat ini juga dapat berbahan baku kayu sebagai pembakar. 



Gambar 1. Burner

Keberadaan alat ini sangat menggembirakan bagi industri genteng, karena dianggap dapat menjadi solusi dalam kelangkaan kayu bakar. Alat ini masih dalam tahap pengkajian, uji coba pun hanya dilakukan di beberapa industri contoh dan belum dapat digunakan secara masal. Jika dilihat dari hasil pembakaran, memang hasil yang diperoleh cukup bagus hanya saja tetap tidak sebagus kualitas genteng berbahan bakar kayu. 


Gambar 2. Hasil genteng menggunakan Burner 


Gambar 3. Hasil genteng menggunakan kayu

Keberadaan alat ini memang diibaratkan sebuah angin segar bagi para pengusaha genteng, tapi jika dilihat dari adanya isu lingkungan terkait dengan global warming dan kelangkaan energi serta adanya komitmen dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menurunkan penggunaan energi fosil melalui konservasi dan diversifikasi energi, diperlukan adanya sebuah kajian khusus yang melibatkan berbagai stakeholder untuk melihat seberapa tepat teknologi ini digunakan dan bagaimana kebijakannya. Karena jika dilihat secara sepintas kepedulian instansi terkait, khususnya kehutanan mengenai kelangkaan kayu bakar diwilayah ini belum ada, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya track record mengenai data potensi kayu bakar dan kebutuhan kayu bakar di instansi kehutanan setempat. Koordinasi dengan berbagai pihak terkait hal ini mungkin dapat mencegah terjadinya tumpang tindih kepentingan antara dua instansi yang berbeda sudut pandang, jangan sampai instansi yang satu menjaga kelestarian lingkungan tapi kebijakan instansi lain sebaliknya.